Petugas melakukan penyemprotan cairan disinfektan di Stasiun Kereta Api Yingtan, Nanchang, Provinsi Jiangxi Tengah, China (22/01/2020) untuk mencegah virus corona menyebar ke kota lain. |
Kampus universitas-universitas Inggris di China masih belum diperbolehkan memulai perkuliahan kembali, setelah Beijing memperpanjang masa penutupan sektor pendidikan tinggi di China sampai bulan Maret guna mencegah penyebaran coronavirus lebih meluas.
Universitas Nottingham, Birmingham City dan Leeds termasuk dari banyak lembaga pendidikan tinggi Inggris yang diperintahkan untuk menunda perkuliahan sampai 2 Maret, setelah sebelumnya mereka diminta untuk menutup kampus sampai 24 Februari, lapor The Guardian Ahad (9/2/2020).
Sebelumnya Beijing memperbolehkan otoritas di daerah untuk membuat keputusan sendiri tentang kapan akan membuka kembali sekolah-sekolah dan universitas negeri setempat akhir bulan ini. Namun, kebijakan untuk memperpanjang penutupan kampus universitas-universitas yang dikelola pemerintah pusat, termasuk di dalamnya kampus universitas asing, kemungkinan akan membuat otoritas lokal mengikuti kebijakan Beijing tersebut.
Universitas Nottingham menjalankan kampus dengan jumlah mahasiswa hampir 8.000 di kota Ningbo, 25 mil ke arah selatan dari Shanghai. Seorang jubir univeritas itu mengatakan bahwa pihak kampus lebih memprioritaskan kesehatan mahasiswa, staf dan masyarakat. “Kami akan memastikan bahwa tak satu pun mahasiswa yang dirugikan secara akademik atau ekonomi. Bersama dengan universitas lain di China, pihak kampus mengikuti semua saran dari otoritas kesehatan dan memperpanjang liburan Imlek. Semester baru sekarang direncanakan akan dimulai pada 2 Maret.”
Birmingham City University memiliki 1.000 mahasiswa China dalam kerja samanya dengan Wuhan Textile University membuka Birmingham Institute of Fashion and Creative Art.
Liverpool University bekerja sama dengan Xi’an Jiaotong University memiliki 32.000 mahasiswa dan berkampus di bagian timur laut Wuhan.
Sektor pendidikan tinggi berkontribusi sekitar £22 miliar atau 1,2% dari GDP tahunan Inggris yang mencapai £2 triliun, dan dianggap sebagai salah satu industri ekspor Inggris yang paling berhasil.*